
Garuda Indonesia Masih Merugi di Kuartal I-2025, DPR Soroti Pengelolaan Keuangan

Kerugian Garuda Indonesia Mengecil di Kuartal I-2025
Maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), masih mencatat kerugian sepanjang kuartal I-2025. Berdasarkan laporan keuangan terbaru, GIAA membukukan kerugian bersih sebesar US$76,49 juta atau sekitar Rp1,25 triliun. Meski demikian, angka ini lebih kecil dibandingkan kerugian periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$87,04 juta.
GIAA sebenarnya mampu mencetak kenaikan pendapatan usaha konsolidasi sebesar 1,63% secara tahunan menjadi US$723,56 juta di kuartal I-2025. Pendapatan dari segmen penerbangan berjadwal masih mendominasi dengan total US$603,68 juta, naik 0,78% dibandingkan kuartal I-2024.
Kontribusi dari penerbangan tidak berjadwal masih kecil, tetapi menunjukkan pertumbuhan signifikan 92,89% secara tahunan menjadi US$37,96 juta.
Beban Operasional dan Keuangan Masih Tinggi
Meskipun pendapatan mengalami peningkatan, GIAA masih terbebani oleh biaya operasional dan keuangan yang cukup besar. Beban pemeliharaan mengalami kenaikan 26,10% secara tahunan menjadi US$156,19 juta, sementara beban operasional turun 2,46% tetapi masih cukup tinggi di angka US$361,96 juta.
Keuntungan selisih kurs meningkat 63,51% secara tahunan menjadi US$12,82 juta, tetapi tidak cukup untuk mengimbangi kenaikan beban keuangan sebesar 3,91% yang mencapai US$124,56 juta, sehingga GIAA masih mencatat kerugian.
DPR Minta Audit Independen untuk Garuda Indonesia
Anggota Komisi VI DPR RI, Iskandar, meminta agar pengelolaan keuangan Garuda Indonesia, termasuk pengeluaran biaya operasional, diaudit oleh auditor independen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas maskapai di kancah global, terutama dalam penyelenggaraan haji.
“Kami meminta Garuda sebelum dan setelah penyelenggaraan haji melakukan audit kontrak secara menyeluruh, baik terkait sewa pesawat maupun cost management penerbangan. Ini harus dilakukan oleh auditor independen,” ujar Iskandar dalam rapat di Kompleks Parlemen Jakarta pada 7 Mei 2025.
Menurutnya, Garuda Indonesia belum menunjukkan pemulihan yang signifikan, terutama karena sebagian besar operasionalnya masih mengandalkan pesawat sewaan. Selain itu, maskapai ini sering menghadapi kendala dalam pelayanan haji, yang bisa berdampak buruk terhadap citra internasionalnya.
Kebijakan Pemerintah dan Dampaknya bagi Garuda Indonesia
Audit independen juga diharapkan selaras dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam menekan harga tiket pesawat, termasuk biaya haji pada tahun mendatang. DPR menekankan bahwa transparansi dan perbaikan dalam pengelolaan maskapai dapat membantu Garuda Indonesia memperoleh kembali kepercayaan publik.
Selain itu, audit diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan Garuda terhadap pesawat sewaan dari pihak asing serta memperbaiki strategi bisnis maskapai untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Post Comment